Pengambilan Keputusan
Yang dimaksud dengan keputusan
(decision) adalah berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih
kemungkinan. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada
perbedaan penting diantara keduanya. Mc Kenzei melihat bahwa keputusan adalah
pilihan nyata karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk
pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan
atau kolektif. Mc Grew dan Wilson lebih melihat pada kaitannya dengan proses,
yaitu bahwa suatu keputusan ialah akhir dari suatu proses yang lebih dinamis,
yang diberi label pengambilan keputusan. Dipandang sebagai proses karena
terdiri atas satu seri aktifitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap
sebagai tindakan bijaksana.
Morgan dan Cerullo mendefinisikan
keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan
pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain
dikesampingkan.
Pengambilan keputusan adalah proses
memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai
situasi. Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi.
Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat
sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat (Brinckloe,1977). Dengan kata lain,
keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya gerakan dan
perubahan (Hill,1979).
Pengambilan keputusan hendaknya
dipahami dalam dua pengertian yaitu (1) penetapan tujuan yang merupakan
terjemahan cita-cita, aspirasi dan (2) pencapaian tujuan melalui
implementasinya (Inbar,1979). Ringkasnya keputusan dibuat untuk mencapai tujuan
melalui pelaksanaan dan ini semua berintikan pada hubungan kemanusiaan. Untuk
suksesnya pengambilan keputusan itu maka sepuluh hukum hubungan kemanusiaan
(Siagian,1988) hendaknya menjadi acuan dari setiap pengambilan keputusan.
A. Proses Pengambilan Keputusan
Ada dua pandangan dalam pencapaian
proses mencapai suatu keputusan organisasi (Brinckloe,1977) yaitu :
(1) Optimasi. Di sini seorang eksekutif
yang penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-alternatif, memperhitungkan
untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Sesudah itu
memperkirakan kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian ke depan,
mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap
alternatif-alternatif yang telah dirumuskan dan kemudian menyusun
urut-urutannya secara sistematis sesuai dengan prioritas lalu dibuat keputusan.
Keputusan yang dibuat dianggap optimal karena setidaknya telah memperhitungkan
semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
(2) Satisficing. Seorang eksekutif
cukup menempuh suatu penyelesaian yang berasal memuaskan ketimbang mengejar
penyelesaian yang terbaik. Model satisficing dikembangkan oleh Simon (Simon,1982;
roach, 1979) karena adanya pengakuan terhadap rasionalitas terbatas (bounded
rationality). Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang memaksa
orang membatasi pandangan mereka atas masalah dan situasi. Pemikiran itu
terbatas karena pikiran manusia tidak megolakan dan memiliki kemampuan untuk
memisahkan informasi yang tertumpuk.
Menurut Frank Harison (Hitt, 1970),
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rasionalitas terbatas antara lain
informasi yang datang dari luar sering sangat kompetitif atau informasi itu
tidak sempurna, kendala waktu dan biaya, serta keterbatasan seorang mengambil
keputusan yang rasional untuk mengerti dan memahami masalah dan informasi,
terutama informasi dan teknologi.
B. Unsur Prosedur Keputusan
Di balik suatu keputusan ada unsur
prosedur, yaitu pertama pembuatan keputusan mengidentifikasikan masalah,
mengklarifikasi tujuan-tujuan khusus yang diinginkan, memeriksa berbagai
kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mengakhiri proses
itu dengan menetapkan pilihan bertindak. Jadi suatu keputusan sebenarnya
didasarkan atas fakta dan nilai (facts and values). Keduanya sangat penting
tetapi tampaknya fakta lebih mendominasi nilai-nilai dalam menyehatkan
keputusan suatu organisasi (Bridges, 1971).
C. Alternatif dan Konsekuensi Keputusan
Dapat dikatakan bahwa setiap keputusan
bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif untuk dipilih. Setiap
alternatif membawa konsekuensi-konsekuensi. Ini berarti, menurut Simon,
sejumlah alternatif itu berbeda satu sama lain mengingat perbedaan dari
konsekuensi-konsekuensi yang akan ditimbulkannya. Pilihan yang dijatuhkan pada
alternatif itu harus dapat memberikan kebahagiaan atau kepuasan karena
merupakan salah satu aspek paling penting dalam keputusan.
D. Tingkat-Tingkat Keputusan
Brinckloe (1977) menawarkan bahwa ada
empat tingkat keputusan yaitu (1) automatic decisions, (2) expected information
decisions, (3) factor weighting decisions dan (4) dual uncertainty decisions.
(1) Keputusan otomatis (outomatic
decisions), keputusan yang dibuat dengan sangat sederhana, meski sederhana
informasi tetap diperlukan.
(2) Keputusan berdasar informasi yang
diharapkan (Expected information decision), tingkat informasi mulai sedikit
kompleks artinya informasi yang ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil
keputusan. Tetapi keputusan belum segera diambil karena informasi tersebut
perlu dipelajari.
(3) Keputusan berdasar berbagai
pertimbangan (factor weighting decisions), informasi-informasi yang telah
dikumpulkan dianalisis, lalu dipertimbangkan dan diperhitungkan sebelum
keputusan diambil.
(4) Keputusan berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions), dalam setiap informasi yang ada masih diharapkan terdapat ketidakpastian artinya semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan semakin tinggi ketidakpastian itu.
(4) Keputusan berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions), dalam setiap informasi yang ada masih diharapkan terdapat ketidakpastian artinya semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan semakin tinggi ketidakpastian itu.
E. Klasifikasi Keputusan
1. Keputusan Terprogram.Menurut
Siagian, S.P. (1993), Keputusan Terprogram adalah tindakan menjatuhkan pilihan
yang berlangsung berulang kali, dan diambil secara rutin dam organisasi.
Biasanya menyangkut pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak
memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi. Biasanya
langkah-langkah dan prosedur yang perlu ditempuh telah dituangkan dalam buku
pedoman, yang biasanya terdapat dalam organisasi yang dikelola secara rapi.
Pengambilan keputusan terprogram akan berlangsung dengan efektif apabila empat
criteria dasar dipenuhi :
a. Tersedia waktu dan dana yang memadai
untuk pengumpulan dan analisis data.
b. Tersedia data yang bersifat
kuantitatif.
c. Kondisi lingkungan yang relatif
stabil, yang didalamnya tidak dapat tekanan yang kuat untuk secara cepat
melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap kondisi yang selalu
berubah.
d. Tersedia tenaga trampil untuk merumuskan permasalahan secara tepat, termasuk tuntutan operasional yang harus dipenuhi.
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan terprogram yang dibuat sebagai respon terhadap masalah-masalah organisasi yang repetitif atau yang sudah baku, mencakup keputusan operasional dan keputusan pada tingkat menengah dari Morgan dan Cerello, keputusan operasinal dan taktis dari Sutherland serta dari Mangkusubroto dan Trisnadi dan keputusan terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe;
d. Tersedia tenaga trampil untuk merumuskan permasalahan secara tepat, termasuk tuntutan operasional yang harus dipenuhi.
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan terprogram yang dibuat sebagai respon terhadap masalah-masalah organisasi yang repetitif atau yang sudah baku, mencakup keputusan operasional dan keputusan pada tingkat menengah dari Morgan dan Cerello, keputusan operasinal dan taktis dari Sutherland serta dari Mangkusubroto dan Trisnadi dan keputusan terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe;
2. Keputusan yang tidak Terprogram.Biasanya
diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dialami
sebelumnya, tidak bersifat repetitif (berulang-ulang), tidak terstruktur, dan
sukar mengenali bentuk, hakikat dan dampaknya. Sebagai akibat keadaan demikian,
para ahli belum mampu menyajikan teknik pemecahan yang sudah terbukti efektif
di masa lalu, baik karena sifatnya yang baru itu maupun karena sukar untuk
mendefinisikan hakikatnya secara tepat. Keputusan yang tidak Terprogram tidak
menyangkut hal-hal yang sifatnya operasional, akan tetapi menyangkut
kebijaksanaan organisasi dengan dampak yang strategis bagi eksistensi
organisasi. (Siagian, S.P.; 1993), Keputusan Terprogram
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan
bahwa keputusan tidak terprogram, dibuat sebagai respon dari masalah-masalah
unik, yang jarang dijumpai dan yang tidak dapat didefinisikan secara tepat,
keputusan ini biasanya dikenal dengan nama keputusan strategik, meliputi
keputusan strategik dari Morgan dan Cerello, Mangkusubroto dan Trisnadi,
keputusan strategik dan tujuan (goal) Sutherland, serta keputusan tidak
terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe.
Dari segi struktur keputusan tertinggi
adalah yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan, menyusul keputusan strategik
lalu keputusan taktis dan yang paling bawah adalah keputusan operasional.
Keputusan tertinggi hanya dibuat satu atau dua kali makin ke bawah tingkat
keputusan makin tinggi frekuensi pembuatannya.
F. Kategori Keputusan
Ditinjau dari sudut perolehan informasi
dan cara memproses informasi, keputusan dibagi empat kategori (Nutt, 1989) :
1. Keputusan Representasi, pengambilan
keputusan menghadapi informasi yang cukup banyak dan mengetahui dengan tepat
bagaimana memanipulasikan data tersebut. Keputusan ini banyak menggunakan
model-model matematik seperti operation research, cost-benefit analysis dan
simulasi.
2. Keputusan Empiris, suatu keputusan
yang sedikit informasi tetapi memiliki cara yang jelas untuk memproses
informasi pada saat informasi itu diperoleh.
3. Keputusan Informasi, suatu situasi
yang banyak informasi tetapi meliputi kontroversi tentang bagaimana memproses
informasi tersebut.
4. Keputusan Eksplorasi, suatu situasi
yang sedikit informasi dan tidak ada kata sepakat tentang cara yang hendak
dianut untuk memulai mencari informasi.
G. Proses Pengambilan Keputusan :
1. Pendekatan yang interdisipliner.Proses
pengambilan keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan tunggal dan
tidak sebagai suatu tindakan yang Seragam yang berlaku untuk semua keadaan
serta dapat digunakan oleh pengambil keputusan yang berbeda dengan tingkat
efektifitas yang sama. Proses pengambilan keputusan terdiri dari berbagai ragam
keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dalam kehidupan
berorganisasi.
2. Proses yang sistematis.Suatu proses
logis yang melibatkan pengambilan langkah-langkah secara berturut atau
sekuensial dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil (pendekatan atomik). Pendapat lain mengatakan proses pengambilan
keputusan menyangkut dengan naluri, daya pikir, dan serangkaian metode intuitif
yang keseluruhannya dirangkum yang menjadi suatu kreatifitas (pendekatan
holistik).
3. Proses berdasarkan informasi.Pengambilan
keputusan tanpa informasi berarti menghilangkan kesempatan belajar secara
adaptif. Seorang manajer harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang
Informatika untuk pengambilan keputusan yang efektif serta harus menuntut agar
tersedia baginya informasi yang memenuhi persyaratan kemutakhiran, kelengkapan,
dapat dipercaya dan disajikan dalam bentuk yang tepat.
4. Memperhitungkan faktor-faktor
ketidakpastian.Betapa pun telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terhadap
berbagai alternatif, tetap tidak ada jaminan bebas dari resiko ketidakpastian.
Untuk itu pengambilan keputusan harus dapat Memperhitungkan probabilitas
(kemungkinan) keberhasilan atau kekurang-berhasilan pelaksanaan suatu
keputusan.
5. Diarahkan pada tindakan nyata.Mengambil
suatu tindakan harus dapat ditentukan secara pasti, kapan pemecahan berakhir
dan proses pengambilan keputusan dimulai. Masalah dan sasaran sering mempunyai
siklus pertumbuhan dan penyusutan, demikian juga faktor-faktor yang
mempengaruhi. Hal tersebut harus dikenali secara tepat karena akan sangat
mempengaruhi keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak.
H. Teknik Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan meliputi antara
lain hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan fakta. Teknik pengambilan
keputusan dalam klasifikasi ada dua yaitu teknik tradisional dan teknik modern.
Teknik pengambil keputusan juga sering dibagi dalam teknik pengambilan
keputusan matematik atau kuantitatif (Heenan dan Addleman, 1976;Robbins, 1978)
dan teknik pengambil keputusan non-matematik atau kualitatif (Moody, 1983).
Teknik matematik biasa diberi nama multivariate analysis (analisis variabel
ganda atau analisis berdimensi ganda).
Teknik non-matematik, yang lebih sering digunakan untuk keputusan strategik antara lain sumbang saran, consensus, Delphi, fish bowling, interaksi didaktik, tawar- menawar kolektif.
Teknik non-matematik, yang lebih sering digunakan untuk keputusan strategik antara lain sumbang saran, consensus, Delphi, fish bowling, interaksi didaktik, tawar- menawar kolektif.
I. Pendekatan terhadap Pengambil
Keputusan
Berbagai model tentang pendekatan
terhadap pengambilan keputusan telah diperkenalkan oleh para ahli teori
pengambilan keputusan, diantaranya adalah :
1. Model Brinckloe (1977)Keputusan yang
menggunakan pendekatan (i) Fakta, secara sistematis akan mengumpulkan semua
fakta mengenai masalah dan hasilnya ialah kemungkinan keputusan akan lahir
dengan sendirinya; (ii) Pengalaman, seseorang yang sudah memiliki pengalaman
tentu lebih matang dalam membuat keputusan daripada seorang yang sama sekali
belum mempunyai pengalaman apa-apa namun perlu diperhatikan bahwa
peristiwa-peristiwa yang lampau tidak akan pernah sama dengan pada saat
ini;(iii) Intuisi, tidak jarang keputusan yang diambil berdasarkan intuisi
dikarenakan kurang mengadakan analisis yang terkendali maka perhatian hanya
ditujukan pada beberapa fakta; (iv) Logika, pengambilan keputusan yang berdasar
logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semua unsur pada setiap sisi
dalam proses pengambilan keputusan; (v) Analisis Sistem, kecanggihan dari
komputer telah merangsang banyak orang untuk mengambil keputusan secara
kuantitatif.
2. Model McGrew (1985)McGrew hanya
melihat adanya tiga pendekatan yaitu proses pengambilan keputusan rasional,
model proses organisasional dan model tawar-menawar politik (political
bargaining model) yaitu (i) Pendekatan proses pengambilan keputusan rasional
memberi perhatian utama pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan
sasaran dari pengambilan keputusan; (ii) Model proses organisasional menangani
masalah yang jelas tampak perbedaannya antara pengambil keputusan individu dan
organisasi; (iii) Model tawar-menawar politik melihat kedua pendekatan itu
mengatakan bahwa pengambilan keputusan kolektif sesungguhnya dilaksanakan
melalui tawar-menawar namun hasil akhir keputusan itu sesungguhnya tergantung
pada proses memberi dan menerima di antara individu dalam kelompok tersebut.
J. Teknik-teknik Pengambilan Keputusan.
(Siagian, S.P. (25-26;1993).
1. Brainstorming
Jika sekelompok orang dalam suatu
organisasi menghadapi suatu situasi problematic yang tidak terlalu rumit, dan
dapat diidentifikasikan secara spesifik mereka mengadakan diskusi dimana setiap
orang yang terlibat diharapkan turut serta memberikan pandangannya. Pada akhir
diskusi berbagai pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok
mencapai suatu kesepakatan tentang cara-cara yang hendak ditempuh dalam
mengatasi situasi problematic yang dihadapi. Penting diperhatikan dalam teknik
ini yaitu :
a. Gagasan yang aneh dan tidak masuk
akal sekalipun dicatat secara teliti.
b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan karena kuantitas pandanganlah yang lebih diutamakan meskipun aspek kualitas tidak diabaikan.
b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan karena kuantitas pandanganlah yang lebih diutamakan meskipun aspek kualitas tidak diabaikan.
c. Pemimpin diskusi diharapkan tidak
melakukan penilaian atas sesuatu pendapat atau gagasan yang dilontarkan, dan
peserta lain diharapkan tidak menilai pendapat atau gagasan anggota kelompok
lainnya.
d. Para peserta diharapkan dapat
memberikan sanggahan pendapat atau gagasan yang telah dikemukakan oleh orang
lain.
e. Semua pendapat atau gagasan yang
dikemukakan kemudian dibahas hingga kelompok tiba pada suatu sintesis pendapat
yang kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan.
2.Synetics
Seorang diantara anggota kelompok
peserta bertindak selaku pimpinan diskusi. Diantara para peserta ada seorang
ahli dalam teori ilmiah pengambilan keputusan. Apakah ahli itu anggota
organisasi atau tidak, tidak dipersoalkan. Pimpinan mengajak para peserta untuk
mempelajari suatu situasi problematik secara menyeluruh. Kemudian masing-masing
anggota kelompok mengetengahkan daya pikir kreatifnya tentang cara yang
dipandang tepat untuk ditempuh. Selanjutnya pimpinan diskusi memilih
hasil-hasil pemikiran tertentu yang dipandang bermanfaat dalam pemecahan
masalah. Dan tenaga ahli menilai melakukan penilaian atas berbagai gagasan
emosional dan tidak rasional yang telah disaring oleh pimpinan diskusi serta
kemudian menggabungkannya dengan salah satu teori ilmiah pengambilan keputusan
dan tindakan pelaksanaan yang diambil.
3. Consensus thinking
Orang-orang yang terlibat dalam
pemecahan masalah harus sepakat tentang hakikat, batasan dan dampak suatu
situasi problematik yang dihadapi, sepakat pula tentang teknik dan model yang
hendak digunakan untuk mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang
memiliki pengetahuan yang sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan
tentang teknik pemecahan yang seyogyanya digunakan. Orang-orang diharapkan
mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya. Kelompok biasanya melakukan
uji coba terhadap langkah yang hendak ditempuh pada skala yang lebih kecil dari
situasi problematik yang sebenarnya.
4. DelphiUmumnya digunakan untuk
mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi
organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil keputusan yang
tidak berada di satu tempat.
Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak. Jawaban dari anggota kelompok tadi dikumpulkan dan masing-masing anggota ahli mempelajari ramalan yang dibuat oleh masing-masing rekannya yang tidak pernah ditemuinya. Pada kesempatan berikutnya, rangkaian pertanyaan yang sama dikembalikan kepada para anggota kelompok dengan melampirkan jawaban yang telah diberikan oleh para anggota kelompok pada putaran pertama serta hal-hal yang dipandang sudah merupakan kesepakatan kelompok. Apabila pendapat seseorang ahli berbeda maka memberikan penjelasannya secara tertulis. Tiap-tiap jawaban diberikan kode tertentu sehingga tidak diketahui siapa yang memberikan jawaban.Jawaban tersebut di atas dilakukan dengan beberapa putaran. Pengedaran daftar pertanyaan dan analisa oleh beberapa ahli dihentikan apabila telah diperoleh bahan tentang ramalan kemungkinan terjadi sesuatu peristiwa di masa depan.
Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak. Jawaban dari anggota kelompok tadi dikumpulkan dan masing-masing anggota ahli mempelajari ramalan yang dibuat oleh masing-masing rekannya yang tidak pernah ditemuinya. Pada kesempatan berikutnya, rangkaian pertanyaan yang sama dikembalikan kepada para anggota kelompok dengan melampirkan jawaban yang telah diberikan oleh para anggota kelompok pada putaran pertama serta hal-hal yang dipandang sudah merupakan kesepakatan kelompok. Apabila pendapat seseorang ahli berbeda maka memberikan penjelasannya secara tertulis. Tiap-tiap jawaban diberikan kode tertentu sehingga tidak diketahui siapa yang memberikan jawaban.Jawaban tersebut di atas dilakukan dengan beberapa putaran. Pengedaran daftar pertanyaan dan analisa oleh beberapa ahli dihentikan apabila telah diperoleh bahan tentang ramalan kemungkinan terjadi sesuatu peristiwa di masa depan.
5. Fish bowlingSekelompok pengambil
keputusan duduk pada suatu lingkaran, dan di tengah lingkaran ditaruh sebuah
kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut hanya dialah yang boleh bicara untuk
mengemukakan pendapat ide dan gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota
lain mengajukan pertanyaan, pandangan dan pendapat. Apabila pandangan orang
yang duduk di tengah tersebut telah dipahami oleh semua anggota kelompok dia
meninggalkan kursi dan digantikan oleh orang yang lain untuk kesempatan yang
sama. Setelah itu semua pandangan didiskusikan sampai ditemukan cara yang
dipandang paling tepat.
6. Didactic interactionDigunakan untuk
suatu situasi yang memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Dibentuk dua kelompok,
dengan satu kelompok mengemukakan pendapat yang bermuara pada jawaban “ya” dan
kelompok lainnya pada jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro
maupun kontra dicatat dengan teliti. Kemudian kedua kelompok bertemu dan
mendiskusikan hasil catatan yang telah dibuat. Pada tahap berikutnya terjadi
pertukaran tempat. Kelompok yang tadinya mengemukakan pandangan pro beralih
memainkan peranan dengan pandangan kontra.
7. Collective bargainingDua pihak yang
mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang atas suatu masalah duduk
di satu meja dengan saling menghadap. Masing-masing pihak datang dengan satu
daftar keinginan atau tuntutan dengan didukung oleh berbagai data, informasi
dan alasan-alasan yang diperhitungkan dapat memperkuat posisinya dalam proses
tawar-menawar yang terjadi. Jika pada akhirnya ditemukan bahwa dukungan data
dan informasi serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak
mempunyai persamaan, maka tidak terlalu sukar untuk mencapai kesepakatan.
Tetapi sebaliknya, pertemuan berakhir tanpa hasil yang kemudian sering diikuti
dengan timbulnya masalah yang lebih besar.
K. Metode Pengambil Keputusan
Gortner (1987) lebih cenderung
menganalisis pengambilan keputusan dari sudut metode. Ada empat metode
pengambilan keputusan yang dianggap lazim dipergunakan dalam pengambilan
keputusan organisasional.
Metode pertama adalah metode rasional
yang disebut juga model rasional. Ini adalah metode klasik yang secara implicit
mencakup model birokratik dari pengambilan keputusan.
Metode kedua, adalah metode
tawar-menawar incremental (incremental-bargaining) yang dipandang sebagai model
paling dasar aktifitas politik, yaitu penyelesaian konflik melalui negosiasi.
Karakteristik dari incremental ialah bahwa keputusan tentang suatu kebijakan
terjadi dalam bentuk langkah-langkah kecil karenanya tidak terlalu jauh dari
status quo.
Metode ketiga yang disebut metode
agregatif (aggregative methods) mencakup antara lain teknik Delphi dan
teknik-teknik pengambilan keputusan yang berkaitan. Konsensus dan peran serta
merupakan karakteristik utama dari metode agregatif.
Metode keempat adalah metode keranjang
sampah (the garbage-can) atau nondecision-making model yang dikembangkan oleh
March dan Olsen (1979). Model keranjang sampah menolak model rasional bahkan
rasional-inkremental yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik pada karakter
yang ditampilkan dalam keputusan, pada isu yang bermacam-macam dari peserta
pengambil keputusan dan masalah-masalah yang timbul pada saat itu. Sering kali
keputusan yang diambil tidak direncanakan sebagai akibat dari perdebatan dalam
kelompok.
L. Teori-Teori Pengambilan Keputusan
Sehubungan dengan pendekatan yang telah
diutarakan, lahirlah berbagai aliran yang menampilkan teori-teori pengambilan
keputusan yang berbeda (Brinckloe, 1977) yaitu :
1. Aliran Birokratik (Bureaucratic
School)Teori ini memberi tekanan yang cukup besar pada arus dan jalannya
pekerjaan dalam struktur organisasi. Tugas dari eselon bawah ialah melaporkan
masalah, memberi informasi, menyiapkan fakta dan keterangan-keterangan lain
kepada atasannya. Dengan segala pengetahuan, keterampilan dan kemampuannya,
atasan membuat keputusan setelah mempelajari semua informasi.
2.Aliran Manajemen Saintifik
(Scientific Management School)Teori ini menekankan pada pandangan bahwa
tugas-tugas itu dapat dijabarkan ke dalam elemen-elemen logis, yang dapat
digambarkan secara saintifik. Sementara manajemen sendiri memiliki kemampuan
untuk menganalisis dan menyelesaikan suatu masalah.
3. Aliran Hubungan Kemanusiaan (Human Relations
School)Teori ini menganggap bahwa organisasi dapat berbuat lebih baik apabila
lebih banyak perhatian yang diberikan kepada manusia dalam organisasi, seperti
yang menimbulkan kepuasan kerja, peran serta dalam pengambilan keputusan,
memberlakukan organisasi sebagai suatu kelompok social yang mempunyai tujuan.
Selain itu kebutuhan dan keinginan anggota selalu dipertimbangkan dalam membuat
keputusan.
4. Aliran Rasionalitas Ekonomi
(Economic Rasionality School)Teori ini mengakui bahwa organisasi adalah suatu
unit ekonomi yang mengkonversikan masukan (input) menjadi keluaran (output) dan
yang harus dilakukan dengan cara yang paling efisien. Menurut aliran ini suatu
langkah kebijakan akan terus berlangsung sepanjang itu mempunyai nilai yang
lebih tinggi daripada biayanya.
5. Aliran SatisfacingAliran ini tidak
mengharapkan suatu keputusan yang sempurna. Aliran ini yakin bahwa para manajer
yang selalu dipenuhi berbagai masalah mampu membuat keputusan yang rasional.
6. Aliran Analisis SistemAliran ini
percaya bahwa tiap masalah berada dalam suatu system yang terdiri dari berbagai
sub sistem yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan.
M. Pengambilan Keputusan Birokratik
Keputusan rutin adalah keputusan
terprogram, keputusan repetitive, keputusan yang berulang-ulang dibuat. Disebut
keputusan repetitive karena berbagai peraturan dan prosedur sebagai dasar untuk
membuat keputusan telah dilembagakan. Peraturan dan prosedur semacam ini banyak
dijumpai dikalangan birokrasi. Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya
keputusan-keputusan dikalangan birokrasi telah dirutinkan sehingga dapat
dikatakan bahwa keputusan rutin sama dengan keputusan birokratik (Inbar, 1979).
Dalam pengambilan keputusan birokratik
selalu bertindak tidak memihak tetapi juga tidak responsive bahkan soulless,
tidak punya jiwa pendeknya seperti organisasi robot dalam banyak hal. Pengaruh
yang terutama memegang peranan dalam pengambilan keputusan birokratik ialah
tekanan politik dan pengaruh elit.
N. Penyelesaian Masalah dan Pengambilan
Keputusan
Sering kali orang sulit membedakan
antara penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Bila dilihat dari sudut
prosesnya sulit dibedakan karena keduanya menggunakan langkah-langkah proses
yang mirip. Perbedaan diantara keduanya terletak pada hasilnya. Penyelesaian
masalah adalah pemikiran yang akhirnya bermuara pada hasil berupa penyelesaian
kesenjangan antara performance yang diinginkan dan performance yang menjadi
kenyataan. Sering juga disebut perbedaan antara das sollen dan das sein. Dalam
istilah Downs (Nutt, 1989), perbedaan antara kenyataan yang ada dan kenyataan
yang diinginkan disebut kesenjangan kinerja (performance gap).
Lain halnya dengan pengambilan keputusan
karena dalam hal ini pengambilan keputusan adalah pemikiran yang menghasilkan
pilihan dari berbagai alternatif yang ada. Sebaliknya, pilihan itu terjadi
dalam proses penyelesaian masalah karena dalam menyelesaikan suatu masalah,
setiap langkah yang ditempuh mencakup aspek pengambilan keputusan.
O. Ciri-ciri Keputusan Strategik
(Nisjar, Karhi dan Winardi ; 1997) :
1. Keputusan-keputusan strategik pada
umumnya berkaitan dengan skope dari aktifitas sesuatu organisasi.
Timbullah pertanyaan di sini: “Apakah kirannya organisasi yang bersangkutan memusatkan perhatiannya pada satu bidang aktifitas saja, ataukah perlu ia memiliki aneka macam bidang aktifitas?”
Timbullah pertanyaan di sini: “Apakah kirannya organisasi yang bersangkutan memusatkan perhatiannya pada satu bidang aktifitas saja, ataukah perlu ia memiliki aneka macam bidang aktifitas?”
2. Strategi berkaitan dengan upaya
menyesuaikan (MATCHING) aktifitas-aktifitas organisasi dengan lingkungan di
mana ia beroperasi.Misalnya persaingan luar negeri merupakan salah satu
perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi sesuatu organisasi.
3. Strategi juga berhubungan dengan
tindakan dan upaya menyesuaikan aktifitas-aktifitas organisasi yang bersangkutan
dengan kemampuan sumberdayanya.Strategi bukan hanya sekedar menghadapi ancaman
lingkungan dan memanfaatkan peluang karena lingkungan, tetapi juga berkaitan
dengan upaya menyesuaikan sumber-sumber daya keorganisasian dengan ancaman dan
peluang tersebut..
4. Keputusan-keputusan strategik sering
kali menimbulkan implikasi-implikasi serius terhadap sumber daya sesuatu
organisasi.Misalnya perusahaan-perusahaan mobil sudah banyak menggunakan tenaga
robot agar mereka tetap dapat bertahan dalam persaingan mobil.
5. Keputusan-keputusan strategik besar
kemungkinan mempengaruhi keputusan-keputusan operasional.
6. strategi suatu organisasi bukan saja
akan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan, dan ketersediaan
sumber-sumber daya, tetapi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan
harapan-harapan pihak yang memiliki kekuasaan dalam organisasi yang
bersangkutan.
7.Keputusan-keputusan strategik
kirannya akan mempengaruhi arah jangka panjang suatu organisasi.
8. Keputusan-keputusan strategik sering
kali bersifat kompleks.Kompleksitas itu terjadi karena adanya :
a. Keputusan-keputusan strategik
biasanya mencakup ketidakpastian tingkat tinggi. Mungkin di dalamnya termasuk
keputusan tentang landasan pandangan-pandangan sehubungan dengan masa yang akan
datang yang tak mungkin diketahui secara pasti oleh manajer.
b. Keputusan-keputusan strategik,
kirannya menuntut adanya suatu pendekatan yang terintegrasi guna memanajemen
organisasi yang bersangkutan.
c. Keputusan-keputusan strategik,
biasanya menyebabkan timbulnya dampak berupa perubahan besar pada
organisasi-organisasi.
Faktor Yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah
Seperti perilaku
manusia yang lain, pemecahan
masalah dipengaruhi faktor-faktor situasional dan personal. Faktor-faktor
situasional terjadi, misalnya pada stimulus yang menimbulkan masalah pada
sifat-sifat masalah (sulit-mudah, baru-lama, penting-kurang penting, melibatkan
sedikit atau banyak masalah lain). Kita tidak mengulas faktor-faktor
situasional secara terperinci.
Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Simpanse yang terlalu lapar tidak mampu memecahkan masalah kohler di atas. Simpanse yang setengah lapar, memecahkan masalah dengan cepat. Manusia yang kurang tidur mengalami penurunan kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Ini faktor biologis. Sama pentingnya juga adalah faktor-faktor sosiopsikologis. Contoh-contohnya bisa \dilihat di bawah ini.
Beberapa penelitian telah membuktikan pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Simpanse yang terlalu lapar tidak mampu memecahkan masalah kohler di atas. Simpanse yang setengah lapar, memecahkan masalah dengan cepat. Manusia yang kurang tidur mengalami penurunan kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Ini faktor biologis. Sama pentingnya juga adalah faktor-faktor sosiopsikologis. Contoh-contohnya bisa \dilihat di bawah ini.
1.
Motivasi Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang
tinggi membatasi fleksibilitas. Anak yang terlalu bersemangat untuk melihat
hadiah ulang tahun, sering tidak dapat membuka pita bingkisan. Ratusan orang
berdesak-desakan mencari jalan keluar, dan mati terinjak di night-club yang
terbakar. Karena terlalu tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab
pertanyaan pada tes.
2.
Kepercayaan dan sikap yang salahAsumsi yang salah dapat menyesatkan
kita. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan
material, kita akan mengalamikesulitan ketika memecahkan penderitaan batin
kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat, menghambat efektifitas pemecahan
masalah. Sikap yang defensif, misalnya : Karena kurang kepercayaan pada diri
sendiri, akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan,
dan mempersukar penyelesaian.
3.
Kebiasaan Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu,
atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang
berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan
masalah yang efisien. Ini menimbulkan kejumudan pikiran (rigid mental set).
Lawan dari ini adalah kekenyalan pikiran (flexible mental set). Cara berpikir
yang ditandai oleh semacam kekurang hormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan
yang mapan, atau prinsip-prinsip yang sudah diterima.
Semuanya
tidak dipandang sebagai otoritas yang final dan mutlak, melainkan diterima
sebagai generalisasi yang kini berguna, tetapi satu saat mungkin dibuang
atau direvisi jika observasi yang baru gagal medukung generalisasi tersebut.(Berrien.
1951;45) Kebudayaan benyak menentukan kejumudan pikiran. Cara kita memandang
dan megatasi persoalan dibatasi oleh cultural setting kita. Tidak jarang cara
itu kita pandang sebagai cara yang paling baik.
4.
Emosi Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering
terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah
dapat berpikir yang betul-betul objektif. Sebagai manusia yang utuh, kita
tidak dapat mengesampingkan emosi. Sampai di situ, emosi bukan hambatan utama.
Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi
sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien.
"Takut mungkin melebih-lebihkan kesulitan persoalan dan menimbulkan sikap resah yang melumpuhkan tindakan, dan kecemasan sangat membatasi kemampuan kita melihat masalah dengan jelas atau merumuskan kemungkinan pemecahan."(Colemen, 1974;447).
"Takut mungkin melebih-lebihkan kesulitan persoalan dan menimbulkan sikap resah yang melumpuhkan tindakan, dan kecemasan sangat membatasi kemampuan kita melihat masalah dengan jelas atau merumuskan kemungkinan pemecahan."(Colemen, 1974;447).
http://s3ventyfour.wordpress.com/2013/01/12/pengambilan-keputusan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar